Hari ini, 22 Desember 2025, perhatian publik Asia Tenggara tertuju pada pertemuan tingkat tinggi antara delegasi Thailand dan Kamboja di sela-sela rangkaian agenda ASEAN. Pertemuan yang berlangsung di pengujung tahun ini bukan sekadar rutinitas diplomatik, melainkan sebuah langkah strategis untuk memperkuat integrasi ekonomi, keamanan perbatasan, dan kerja sama energi yang telah menjadi isu krusial bagi kedua negara dalam satu dekade terakhir. Sebagai dua negara yang berbagi garis perbatasan sepanjang lebih dari 800 kilometer, stabilitas hubungan Bangkok dan Phnom Penh adalah kunci bagi stabilitas kawasan ASEAN secara keseluruhan.
Konteks Historis dan Evolusi Hubungan

Hubungan antara Thailand dan Kamboja sering kali digambarkan sebagai hubungan yang dinamis, terkadang diwarnai ketegangan sejarah namun selalu memiliki dorongan kuat untuk bekerja sama secara pragmatis. Jika di masa lalu sengketa kuil Preah Vihear sempat memicu konflik, kini kedua negara telah bergeser ke arah diplomasi ekonomi.
Pertemuan tanggal 22 Desember ini menjadi penting karena dilakukan di tengah tantangan global yang semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim hingga persaingan geopolitik kekuatan besar di kawasan. ASEAN sebagai payung besar memberikan ruang bagi kedua negara untuk menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan mencari titik temu yang saling menguntungkan (win-win solution).
Agenda Utama Pertemuan 22 Desember
Dalam pertemuan tersebut, beberapa poin utama menjadi bahasan yang sangat intensif antara kedua pemimpin:
1. Pengembangan Wilayah Klaim Tumpang Tindih (OCA)
Isu yang paling menyedot perhatian adalah kelanjutan negosiasi mengenai Overlapping Claims Area (OCA) di Teluk Thailand. Wilayah seluas 26.000 kilometer persegi ini diyakini menyimpan cadangan minyak dan gas bumi yang sangat besar. Dengan kenaikan harga energi global, baik Thailand maupun Kamboja sepakat bahwa eksploitasi bersama (joint development) adalah jalan terbaik daripada membiarkan sumber daya tersebut tidak tersentuh akibat sengketa batas laut.
2. Digitalisasi Perdagangan Lintas Batas
Sesuai dengan visi Cetak Biru Ekonomi ASEAN 2025, kedua negara membahas integrasi sistem pembayaran digital berbasis QR Code (QRIS di Indonesia, atau sistem serupa di masing-masing negara). Hal ini bertujuan untuk mempermudah transaksi para pelancong dan pelaku UMKM di wilayah perbatasan, sehingga ekonomi akar rumput dapat tumbuh lebih cepat tanpa kendala pertukaran mata uang yang rumit.
3. Keamanan dan Kejahatan Siber Transnasional
Isu “Scam Center” atau pusat penipuan daring yang marak di wilayah perbatasan menjadi bahasan keamanan yang serius. Kedua negara sepakat untuk memperkuat pertukaran intelijen dan patroli bersama guna memberantas sindikat perdagangan manusia yang sering kali memanfaatkan celah di wilayah perbatasan.
Dampak terhadap Stabilitas Kawasan ASEAN
Pertemuan bilateral ini memberikan sinyal positif bagi sentralitas ASEAN. Ketika dua negara anggota yang memiliki sejarah rivalitas mampu duduk bersama dan menyepakati kerja sama ekonomi yang konkret, hal ini meningkatkan kepercayaan investor global terhadap kawasan Asia Tenggara.
Stabilitas di perbatasan Thailand-Kamboja juga berarti kelancaran jalur logistik darat yang menghubungkan Vietnam, Kamboja, Thailand, hingga Myanmar. Jalur ini merupakan bagian penting dari Koridor Ekonomi Selatan (Southern Economic Corridor) yang menjadi urat nadi perdagangan darat di daratan Asia Tenggara.
Tantangan yang Masih Membayangi
Meskipun pertemuan 22 Desember ini membuahkan banyak kesepakatan, tantangan implementasi tetap ada:
-
Nasionalisme Domestik: Di kedua negara, isu perbatasan sering kali menjadi isu sensitif yang mudah dipolitisasi oleh kelompok oposisi. Pemerintah harus mampu menjelaskan bahwa kerja sama ini tidak mengorbankan kedaulatan wilayah.
-
Perbedaan Regulasi: Penyelarasan aturan hukum terkait investasi energi dan tenaga kerja lintas batas memerlukan birokrasi yang panjang dan melelahkan.
-
Pengaruh Kekuatan Luar: Persaingan pengaruh antara Amerika Serikat dan Cina di kawasan terkadang menekan negara-negara ASEAN untuk mengambil posisi tertentu yang bisa memengaruhi hubungan bilateral antar tetangga.
Teknologi sebagai Jembatan Diplomasi
Salah satu hal menarik dari pertemuan kali ini adalah penggunaan teknologi dalam memantau perbatasan. Kamboja dan Thailand mulai menjajaki penggunaan sensor IoT dan pemetaan satelit bersama untuk menandai titik-titik perbatasan yang selama ini dianggap abu-abu. Penggunaan teknologi ini diharapkan dapat meminimalisir miskomunikasi antar pasukan militer di lapangan yang sering kali memicu gesekan.
Pertemuan Thailand dan Kamboja pada 22 Desember 2025 merupakan refleksi dari kedewasaan diplomasi di Asia Tenggara. Kedua negara menyadari bahwa di era globalisasi, isolasi diri dan konflik hanya akan membawa kerugian ekonomi. Dengan fokus pada pembangunan wilayah tumpang tindih (OCA), penguatan keamanan siber, dan digitalisasi ekonomi, Thailand dan Kamboja sedang membangun fondasi bagi kemakmuran bersama.